Kamis, 31 Desember 2009

Teori Kritis, Adorno, dan Habermas

Teori kritis adalah sebutan untuk orientasi teoritis tertentu yang bersumber dari Hegel dan Marx, disistematisasi oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan oleh Habermas. Secara umum istilah ini merujuk pada elemen kritik dalam filsafat Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant. Secara lebih khusus, teori kritis terkait dengan orientasi tertentu terhadap filsafat yang ”dilahirkan” di Frankfurt.

Sekelompok orang yang kemudian dikenal sebagai anggota Mazhab Frankfurt adalah teoritisi yang mengembangkan analisis tentang perubahan dalam masyarakat kapitalis Barat, yang merupakan kelanjutan dari teori klasik Marx. Mereka yang bekerja institut penelitian ini diantaranya Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse dan Erich Fromm di akhir tahun 20-an dan awal tahun 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat karena tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara langsung budaya media yang mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika saat itu, produksi media hiburan dikontrol oleh korporasi-korporasi besar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yang merupakan ciri masyarakat kapitalis dan, kemudian, menjadi fokus studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang disebut ”industri kebudayaan” yang merupakan sebutan untuk industrialisasi dan komersialisasi budaya dibawah hubungan produksi kapitalis.

Tokoh lain yang kemudian menjadi identik dengan teori kritis adalah Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yang didirikan kembali oleh Horkheimer dan Adorno, pada dekade pasca perang dunia kedua. Tulisan ini berusaha memaparkan teori kritis dengan membaca pikiran Adorno dan Habermas. Yang pertama mewakili generasi ’pendiri’ teori kritis, sedang yang kedua adalah penerus yang membaca dan mengkontekstualisasi ulang teori kritis di zaman yang lazim di sebut posmodern. Sebagai pengantar akan lebih dahulu dipaparkan posisi teori kritis dalam konteks pemikiran filsafat.

MEMAHAMI TEORI KRITIS

Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis.
Untuk memahami pendekatan teori kritis, ia harus ditempatkan dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya.
Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel, yang hal ini, menurut Marx, terjadi dengan membuat filsafat sebagai hal yang praktis; yakni merubah praktik-praktik yang dengannya masyarakat mewujudkan idealnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.

Teori kritis menolak skeptisisme diatas dengan tetap memertahankan kaitan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks kekinian.

Di zaman modern, filsafat secara ketat dibedakan dari sains. Locke menyebut filsafat sebagai ’pekerja kasar’. Bagi Kant, filsafat, khususnya filsafat transenden, memiliki dua peran. Pertama, sebagai ”hakim” yang dengannya sains dinilai. Kedua, sebagai wilayah untuk memunculkan pertanyaan normatif. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan normatif, dalam perspektif Kantian, sains tidak dibutuhkan, karena hal itu dijawab melalui analisis transenden. Teori kritis yang berorientasi emansipasi berusaha mengkontekstualisasi klaim-klaim filosofis tentang kebenaran dan universalitas moral tanpa mereduksinya menjadi sekedar kondisi sosial yang menyejarah. Teori kritis berusaha menghindari hilangnya kebenaran yang telah dicapai oleh pengetahuan masa lalu. Tentang hal ini Horkheimer menyatakan ”Bahwa semua pemikiran, benar atau salah, tergantung pada keadaan yang berubah sama sekali tidak berpengaruh pada validitas sains”.

Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, dan dunia. Saat ini teori kritis menjadi salah satu alat epistemologis yang dibutuhkan dalam studi humaniora. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa makna bukanlah sesuatu yang alamiah dan langsung. Bahasa bukanlah media transparan yang dapat menyampaikan ide-ide tanpa distorsi, sebaliknya ia adalah seperangkat kesepakatan yang berpengaruh dan menentukan jenis-jenis ide dan pengalaman manusia.

Dengan berusaha memahami proses dimana teks, objek, dan manusia diasosiasikan dengan makna-makna tertentu, teori kritis memertanyakan legitimasi anggapan umum tentang pengalaman, pengetahuan, dan kebenaran. Dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain dan alam, dalam kepala seseorang selalu menyimpan seperangkat kepercayaan dan asumsi yang terbentuk dari pengalaman—dalam arti luas—dan berpengaruh pada cara pandang seseorang, yang sering tidak tampak. Teori kritis berusaha mengungkap dan memertanyakan asumsi dan praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis menggunakan ide-ide dari bidang lain untuk memahami pola-pola dimana teks dan cara baca berinteraksi dengan dunia.
Hal ini mendorong munculnya model pembacaan baru. Karenanya, salah satu ciri khas teori kritis adalah pembacaan kritis dari dari berbagai segi dan luas. Teori kritis adalah perangkat nalar yang, jika diposisikan dengan tepat dalam sejarah, mampu merubah dunia. Pemikiran ini dapat dilacak dalam tesis Marx terkenal yang menyatakan ”Filosof selalu menafsirkan dunia, tujuannya untuk merubahnya”. Ide ini berasal dari Hegel yang, dalam Phenomenology of Spirit, mengembangkan konsep tentang objek bergerak yang, melalui proses refleksi-diri, mengetahui dirinya pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi.
Hegel menggabungkan filsafat tindakan dengan filsafat refleksi sedemikian rupa sehingga aktivitas atau tindakan menjadi momen niscaya dalam proses refleksi. Hal ini memunculkan diskursus dalam filsafat Jerman tentang hubungan antara teori dan praktis, yakni bahwa aktivitas praktis manusia dapat merubah teori. Teori kritis, dengan demikian, adalah pembacaan filosofis—dalam arti tradisional—yang disertai kesadaran terhadap pengaruh yang mungkin ada dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya pengaruh kepentingan.
ADORNO DAN TEORI KRITIS

Pria bernama lengkap Theodor Wiesengrund Adorno ini dilahirkan di Frankfurt pada tahun 1903. Dia adalah seorang filosof, komposer, penulis essay, dan teoritisi sosial. Pada usia lima belas, Adorno mengikuti pertemuan studi mingguan bersama Siegfried Kracauer, yang diakuinya jauh lebih berpengaruh pada perkembangan intelektualnya daripada guru-gurunya di bangku kuliah. Pada tahun 1921, Adorno belajar di universitas di Frankfkurt, memelajari filsafat, sosiologi, musik, dan psikologi. Di bangku kuliah, dia bertemu dan bersahabat dengan Max Horxheimer dan Walter Benjamin. Pada tahun 1924, Adorno menyelesaikan doktoral di bidang filsafat. Pada tahun 1927, dia kembali ke Frankfurt, setelah sempat tinggal di Wina untuk belajar musik, dan bergabung dengan Horkheimer di Institut Penelitian Sosial yang didirikan pada tahun 1924, yang kemudian dirujuk sebagai Mazhab Frankfurt. Lembaga ini bertujuan menggabungkan filsafat dan ilmu sosial menjadi teori sosial kritis.

Sebagai pemikir Adorno keberatan terhadap filsafat sistematis dan meragukan apakah pemikiran yang sebenarnya dapat transparan. Hal ini berasal dari keberatannya terhadap berpikir metodologis. Filsafat sistematis dan pemikiran metodologis memiliki kecenderungan untuk sampai pada kesimpulan yang hanya mengkonfirmasi asumsi yang terkandung dalam premis-premisnya. Adorno adalah pemikir anti-Hegel dan, sekaligus, sepenuhnya Hegelian. Dia tidak setuju terhadap posisi filosofis Hegel yang bercorak totalitarianisme. Adorno meyakini bahwa pemikiran konseptual muncul dari kebutuhan terhadap adaptasi dan, karenanya, selalu membawa benih-benih dominasi di dalamnya. Dalam sistem pemikiran Hegel, dominasi pada wilayah materi tercermin dengan dominasi pada tataran konsep. Totaliarianisme sistem pemikiran paralel dengan totalitarian fasisme dan totalitarianisme dalam industri kebudayaan. Karenanya, Adorno menolak sistem Hegelian—dan pemikiran sistematis secara umum—juga kecenderungan apapun terhadap sintesis final. Dia menekankan hak untuk tidak sama.

Dalam karyanya bersama Horkheimer berjudul Dialectic of Enlightenment, Adorno berusaha memberikan analisis konseptual tentang bagaimana Pencerahan, yang pada mulanya ditujukan untuk mengamankan kebebasan dari ketakutan dan otoritas manusia, berubah menjadi beberapa bentuk dominasi politik, sosial, dan budaya dimana manusia kehilangan individualitas dan masyarakat kehilangan makna kemanusiaan. Analisis ini diberikan dengan penjelasan tentang motif konseptual dari proses rasionalisasi masyarakat—dalam konteks Weberian—dimana dominasi kapitalis merupakan bahaya terbesar yang muncul darinya.
Konsep sosiologi yang diformulasikan Adorno dimulai dengan usaha untuk memahami kaitan antara musik dan masyarakat. Pada terbitan pertama jurnal yang dipublikasikan Institut
Penelitian Sosial Frankfurt, Adorno menulis essay berjudul On the Social Situation of Music, yang memaparkan beberapa temuan-temuan sosiologis. Essay ini penting karena analisis musik adalah awal dari refleksi sosiologis Adorno, yang bertujuan untuk menyingkap kandungan sosiologis dalam tekstur karya estetis. Hal ini berlanjut dengan penemuan apa yang disebut mediasi sosial, yang berarti kesalingterpengaruhan antara yang universal dan partikular; masyarakat dan individu.

Objek sentral dalam teori kritis Adorno adalah hubungan saling keterpengaruhan antara pertentangan-pertentangan dalam masyarakat sebagai sebuah totalitas dan bentuk konkrit kehidupan subjek-subjek dalam masyarakat. Teori kritis diorientasikan pada ide tentang masyarakat sebagai subjek, dengan individu sebagai pusat. Sebuah teori menjadi ”kritis” dengan menegasikan ketidakadilan, egoisme, dan alienasi yang dihasilkan oleh kondisi sosial dibawah ekonomi kapitalis.
HABERMAS DAN TEORI KRITIS

Jurgen Habermas dilahirkan pada 18 Juni 1929 di Dusseldorf. Dia dibesarkan di lingkungan Protestan dimana kakeknya adalah direktur seminari di Gummersbach. Belajar di universitas Gottingen dan Zurich, Habermas meraih gelar doktor di bidang filsafat dari universitas Bonn pada tahun 1954 dengan disertasi berjudul Das Absolute und die Geschichte Von der Zwiespältigkeit in Schellings Denken (Yang absolut dan sejarah: tentang kontradiksi dalam pemikiran Schelling). Pada tahun 1956, Habermas belajar filsafat dan sosiologi dibawah bimbingan teoritisi kritis Max Horkheimer dan Theodor Adorno di Institut Penelitian Sosial Frankfurt.

Dalam Dialectic of Enlightenment yang diterbitkan pada tahun 1947, Adorno dan Horkheimer menyatakan bahwa usaha untuk mencapai nalar pencerahan dan kebebasan ternyata berdampak pada munculnya bentuk baru irasionalitas dan represi. Pasca perang dunia, Adorno mengembangkan cara berpikir yang disebut dialektika negatif yang menolak segala bentuk pemikiran afirmatif tentang etika dan politik. Sementara Horkheimer semakin tertarik pada teologi. Di titik inilah Habermas, yang bergabung dengan Institut Penelitian Sosial Frankfurt pasca perang dunia, memulai pemikirannya.

Pemikiran Habermas berbicara tentang pengembangan konsep nalar yang lebih komprehensif, yakni nalar yang tidak tereduksi pada instrumen teknis dari subjek individu, dalam pengertian monad, yang kemudian memungkinkan terbentuknya masyarakat emansipatif dan rasional. Usaha ini melahirkan tesis tentang keterkaitan antara pengetahuan dan kepentingan manusia. Tentang hal ini, Habermas mempostulasi keberadaan tiga kepentingan manusia yang berakar. Tiga kepentingan ini adalah: teknis (technical), praktis (practical), dan emansipatoris (emancipatory). Secara berurutan pengertian tiga kepentingan ini adalah kepentingan yang membentuk pengetahuan dalam kontrol teknis terhadap alam; dalam memahami orang lain; dan dalam membebaskan diri dari struktur-struktur dominasi.
Barat modern menyaksikan bahwa keinginan menguasai alam berubah menjadi hasrat mendominasi manusia lain. Untuk memperbaiki penyimpangan ini, Habermas menekankan rasionalitas yang inheren dalam kepentingan praktis dan emansipatoris. Dia menegaskan bahwa dasar rasional untuk kehidupan bersama hanya dapat diraih ketika hubungan sosial diatur menurut prinsip bahwa validitas konsekuensi politis tergantung pada kesepakatan yang dicapai dalam komunikasi yang bebas dari dominasi.

Konsepsi Habermas tentang teori kritis mengalami kristalisasi pada tahun 60-an dalam karyanya tentang filsafat ilmu sosial, On the Logic of the Social Sciences dan Knowledge and Human Interests. Habermas mengkritik positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, dengan mengatakan bahwa paradigma positivistik sesuai untuk ilmu-ilmu alam yang tujuan akhirnya adalah mengontrol alam. Ilmu budaya (cultural sciences), seperti sejarah dan antropologi, lebih sesuai didekati secara interpretatif. Tapi ketika berbicara tentang ilmu-ilmu sosial, Habermas meyakini bahwa kepentingan teknis—seperti dalam ilmu alam—dan praktis—seperti dalam ilmu budaya—seharusnya berada dibawah kepentingan emansipatoris.
Dengan demikian, yang harus dilakukan ilmuwan sosial adalah, pertama, memahami situasi subjektif yang terdistorsi secara ideologis dari individu atau kelompok; kedua, memahami kekuatan-kekuatan yang menyebabkan situasi tersebut; dan ketiga, menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan ini bisa diatasi melalui kesadaran individu atau kelompok yang teropresi tentang kekuatan-kekuatan itu.

Habermas adalah seorang pembela proyek modernitas yang tidak terlepas dari zaman Pencerahan. Pembelaan ini didasarkan atas dasar-dasar yang universal. Pencerahan, bagi Habermas, adalah penanda kesadaran bahwa kemampuan berkomunikasi rasional membedakan manusia dari selainnya. Habermas berpandangan bahwa dunia dewasa ini terdiri dari ragam ideal-ideal kehidupan dan orientasi-orientasi nilai yang saling bersaing, yang, karena pengaruh batas-batas bahasa dan institusi, hanya beberapa diantaranya yang mencapai wilayah publik luas. Untuk itu, bagi Habermas, dibutuhkan teori moral normatif. Kondisi modernitas, dimana ideal-ideal individu begitu beragam sehingga etika tidak lagi bisa memaksakan suatu nilai tertentu, membutuhkan prosedur tertentu untuk menyelesaikan konflik. Agar supaya bisa memenuhi tuntutan moral, prosedur dimaksud harus didasarkan pada prinsip bahwa semua manusia harus saling menghormati sebagai pribadi yang merdeka dan setara.

Teori kebenaran Habermas bersifat realis, yang berarti bahwa dunia objektif, alih-alih kesepakatan ideal, adalah penentu kebenaran. Jika sebuah pernyataan, yang kita anggap benar, ternyata benar, hal itu karena pernyataan itu dengan tepat merujuk pada objek yang ada atau dengan tepat mewakili kondisi sebenarnya. Habermas menghindari perbincangan tentang metafisika dan lebih memilih berbicara tentang hal-hal yang praktis dan implikasinya untuk diskursus dan tindakan keseharian.

Rabu, 30 Desember 2009

STUDI KELAYAKAN BISNIS DAN RUANG LINGKUPNYA

Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak kalangan, khususnya terutama bagi para investor yang selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundang-undangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya, pemerintah lebih menitik-beratkan manfaat dari investasi tersebut secara makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dll.
Mengingat bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena didalam studi kelayakan terdapat berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti kelayakanya sehingga hasil daripada studi tersebut digunakan untuk memutuskan apakah sebaiknya proyek atau bisnis layak dikerjakan atau ditunda atau bahkan dibatalkan. Hal tersebut diatas adalah menunjukan bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya.
Dan studi kelayakan biasanya digolongkan menjadi dua bagian yang berdasarkan pada orientasi yang diharapkan oleh suatu perusahaan yaitu berdasarkan orientasi laba, yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan pada keuntungan yang secara ekonomis, dan orientasi tidak pada laba (social), yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan suatu proyek tersebut bisa dijalankan dan dilaksanakan tanpa memikirkan nilai atau keuntungan ekonomis.



PENGERTIAN
Jadi pengertian studi kelayakan peroyek atau bisnis adalah penelitihan yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, dimana itu semua digunakan untuk dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan ditadak dijalankan.

RUANG LINGKUP
Aspek yang terdapat pada studi kelayakan proyek atau bisnis yang terdiri dari berbagai aspek yang sudah disebutkan di atas antara lain :

1. Aspek hukum
Berkaitan dengan keberadaan secara legal dimana proyek akan dibangun yang meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk :
a. Perijinan :
i) Izin lokasi :
• sertifikat (akte tanah),
• bukti pembayaran PBB yang terakhir,
• rekomendasi dari RT / RW / Kecamatan
ii) Izin usaha :
• Akte pendirian perusahaan dari notaris setempat PT/CV atau berbentuk badan hukum lainnya.
• NPWP (nomor pokok wajib pajak)
• Surat tanda daftar perusahaan
• Surat izin tempat usaha dari pemda setempat
• Surat tanda rekanan dari pemda setempat
• SIUP setempat
• Surat tanda terbit yang dikeluarkan oleh Kanwil Departemen Penerangan

2. Aspek sosial ekonomi dan budaya
Berkaitan dengan dampak yang diberikan kepada masyarakat karena adanya suatu proyek tersebut :
a. Dari sisi budaya
Mengkaji tentang dampak keberadaan peroyek terhadap kehidupan masyarakat setempat, kebiasaan adat setempat.
b. Dari sudut ekonomi
Apakah proyek dapat merubah atau justru mengurangi income per capita panduduk setempat. Seperti seberapa besar tingkat pendapatan per kapita penduduk, pendapatan nasional atau upah rata-rata tenaga kerja setempat atau UMR, dll.
c. Dan dari segi sosial
Apakah dengan keberadaan proyek wilayah menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan lainnya, pendidikan masyarakat setempat.

Untuk mendapatkan itu semua dengan cara wawancara, kuesioner, dokumen, dll. Untuk melihat apakah suatu proyek layak atau tidak dilakukan dengan membandingkan keinginan investor atau pihak yang terkait dengan sumber data yang terkumpul.

3. Aspek pasar dan pemasaran
Berkaitan dengan adanya peluang pasar untuk suatu produk yang akan di tawarkan oleh suatu proyek tersebut :
• Potensi pasar
• Jumlah konsumen potensial, konsumen yang mempunyai keinginan atau hasrat untuk membeli.
Tentang perkembangan/pertumbuhan penduduk :
• Daya beli, kemampuan konsumen dalam rangka membeli barang mencakup tentang perilaku, kebiasaan, preferensi konsumen, kecenderungan permintaan masa lalu, dll.
• Pemasaran, menyangkut tentang starategi yang digunakan untuk meraih sebagian pasar potensial atau pelung pasar atau seberapa besar pengaruh strategi tersebut dalam meraih besarnya market share.

4. Aspek teknis dan teknologi
Berkaitan dengan pemilihan lokasi peroyek, jenis mesin, atau peralatan lainnya yang sesuai dengan kapasitas produksi, lay out, dan pemilihan teknologi yang sesuai.

ASPEK – ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGI
 Pemilihan Strategi Produksi
 Pemilihan dan Perencanaan Produk yang akan diproduksi
 Rencana Kualitas
 Pemilihan Teknologi
 Rencana Kapasitas produksi
 Manajemen persediaan
 Jenis teknologi
 Pengawasan kualitas produk
 Peralatan dan mesin
 Lokasi pabrik
 Layout pabrik
 Perkembangan teknologi
 Rencana Operasional dalam hal jumlah produksi
 Rencana pengendalian persediaan, bahan baku dan barang jadi.
 Pengawasan kualitas produk (barang/ jasa)
 Keusangan Teknologi
 Kecepatan, Kualitas, Murah
 Resiko persaingan
 Resiko Intern

KEBUTUHAN ASET
 Peralatan : Meja, kursi, komputer, dll
 Gedung (layout)
 Machinery
 Kendaraan
 5. Aspek manajemen
Berkaitan dengan manajemen pembangunan proyek dan operasionalnya.
6. Aspek keuangan
Berkaitan dengan sumber dana yang akan diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana yang bersangkutan. Aspek keuangan mempelajari berbagai faktor penting:
1. Dana yang diperlukan untuk investasi, untuk aktiva tetap maupun modal kerja
2. Sumber-sumber pembelanjaan yang akan dipergunakan
3. Taksiran penghasilan, biaya, dan rugi/laba pada berbagai tingkat operasi, serta estimasi tentang break event proyek
4. Manfaat dan biaya dalam artian finansial, seperti rate of return on investment, net present value, internal rate of return, profitability index, dan payback period. Estimasi terhadap risiko proyek (total dan sistematis)
5. Proyeksi keuangan. Pembuatan neraca yang diproyeksikan dan proyeksi sumber dan penggunaan dana.

STUDI KASUS EKONOMI MANAJERIAL
Strategi Bisnis Eceran (studi Kasus Di Yogyakarta)
STRATEGI BISNIS ECERAN

Hal ini diyakini bahwa persaingan di antara usaha ritel kecil dan antara
kecil dan besar bisnis ritel sangat ketat Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa
usaha ritel kecil di antara mereka bisa bertahan persaingan, bahkan bukti-bukti
menunjukkan bahwa beberapa dari mereka bisa pergi internasional. Penelitian ini adalah didedikasikan untuk
mengeksplorasi faktor-faktor yang menentukan kemampuan usaha kecil untuk bertahan hidup
dan untuk bersaing secara internasional.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa persaingan di antara usaha ritel skala kecil di
Yogjakarta sangat tinggi. Mayoritas (49%) dari bisnis menjual produk serupa.

Densitas bisnis adalah sekitar 3 atau 4 unit bisnis serupa di salah satu km
daerah persegi. The tighness dari kompetisi ini juga ditunjukkan oleh tingginya tingkat
masuk dan keluar. Sebagian besar pemilik (92%) merupakan dasar dari bisnis
dan hanya 8% dari pemilik adalah generasi kedua pemilik.
Karena persaingan sangat tinggi, developes bisnis strategi mereka untuk
bertahan hidup dan bersaing secara internasional. Kekuatan kelangsungan
bisnis ini bergantung pada lokasi, pilihan produk, dan layanan bagi
pelanggan.

Jumat, 17 Juli 2009

CAHAYA DI ATAS CAHAYA

KEMANA LAGI AKU MENCARI CAHAYA ITU LAGI
AGAR KERAPUHAN INI TEROBATI
SOSOK WANITA ITU KINI TELAH PERGI DIBALIK LENTERA YANG GELAP
TANPA MENINGGALKAN TANYA YANG TERUCAP OLEHKU

KEMANA LAGI AKU MENCARI CAHAYA ITU
KE BARATKAH?
KE TIMUR?
ATAU
UTARA ATAU KAH SELATAN

SECERCAH HARAPAN AKAN CAHAYA ITU MENCARI DALAM
KEBESARAN SANG ILAHI
DALAM DOA TULUS DENGAN SAMUDERA SANUBARI RINDU
AKU TEMUKAN CAHAYA DI ATAS CAHAYA
CAHAYA YANG ESA
YANG MENUNTUNKU DALAM IKHLAS HATI YANG TAK BANYAK MENUNTUT

OH CAHAYA DI ATAS CAHAYA
KEAGUNGAN YANG TAK TERNILAI
MEMBAWA KEDAMAIAN DALAM RINDU DENDAM INI

BY. DIAN FIRMANDO/30/04/09